Dear
Sulit aku harus bicara apa padamu. Lidahku kelu. Langit-langit kamar jadi lembah tanpa tepi. Sementara dari balik kabut dan dedaunan, bayang-bayangmu menyeruak bagai kelopak mawar yang merekah di senja kala.
Dear
Sulit aku haru ucapkan apa padamu. Telingaku pekak. Selaksan kata dan ungkapan yang kurenda, tak kuasa gantikan rasa yang bergelora dalam jiwa.
Dear
Sulit aku harus katakan apa padamu. Tapi jika lidah ini musti berucap jua, maafkan kelancanganku, jika kemudian aku mangatakan Dear sungguh aku mencaintaimu.
Kamis, 29 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar